Komite IV DPD RI Fokus Pengawasan Dana Desa dan Pembiayaan Ultramikro

Jakarta – Komite IV DPD RI melakukan Rapat Kerja dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada tanggal 15/11/2022 di Jakarta. Rapat kerja membahas Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semeste (IHPS) I 2022. Rapat dipimpin oleh Ketua Komite IV DPD RI Elviana didampingi oleh Wakil Ketua Komite IV DPD RI Novita Annakota beserta para anggota Komite IV DPD RI.

Dari pihak BPK hadir Ahmadi Noor Supit Anggota BPK IV, Bahtiar Arif Sekjen BPK RI, Akhmad Anang Hernady Kaditaman Binbangkum, Laode Nusriadi KN VI, Dori Santosa Tortaam KN V, B. Dwita Pradana Kaditama Revbang beserta jajarannya.

Bacaan Lainnya

Dalam sambutannya, Ahmadi Noor Supit mengungkapkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Komite IV DPD RI sudah dipersiapkan. Menyinggung nota kesepahaman yang pernah dibuat antara Komite IV DPD RI dan BPK RI yang dibuat tahun 2018, Ahmadi mengungkapkan tinggal ditindaklanjuti saja.

“Nota kesepahaman pernah dibuat tahun 2018, jadi hanya tinggal menindaklanjuti saja nanti,” ungkap Ahmadi.

Dalam sambutannya, Elviana mengungkapkan konsen Komite IV DPD RI pada mas sidang II 2022/2023 adalah pengawasan terhadap Undang-undang APBN.

“Kami fokus pada penyaluran kredit ultra mikro (UMI) dan dana desa yang termaktub dalam APBN”, ujar Elviana.

Terkait dengan dana desa, Elviana mengungkapkan satu konsen terkait dengan proses pemeriksaan.

“Dana desa berasal dari APBN, sehingga BPK Perwakilan di daerah tidak bisa masuk memeriksa dana desa,” ucap Elviana.

Seperti diketahui, dana desa berasal dari APBN, sehingga BPK Perwakilan di daerah tidak bisa masuk memeriksa dana desa. Hal ini disebabkan area pemeriksaan BPK Perwakilan adalah dana APBD.

La Ode Nusriadi, Tortama Keuangan Negara VI BPK RI, menyampaikan bahwa berdasarkan data umum perkembangan hasil tindak lanjut LKPD tahun 2021 yang telah dituangkan dalam IHPS 1-2022, sebanyak 500 Pemda mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WTP), 38 pemda meraih opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan 3 pemda opininya ialah Tidak Menyatakan Pendapat (TMP).

Terkait opini pada pemda Kabupaten Waropen, Provinsi Papua, terdapat beberapa penyebab terjadinya persoalan tersebut menurut Nusriadi. “Diantaranya ialah karena lemahnya sistem pengendalian internal”.

“Selain itu, Status TLRHP Kabupaten Waropen juga sangat rendah, yakni hanya 29,39 persen yang berstatus Selesai,” lanjutnya.

“Oleh karena itu, hal-hal yang perlu dilakukan oleh Pemkab Waropen adalah membangun komitmen pimpinan daerah, peningkatan kapasitas SDM pemda yang terkait penyusunan laporan keuangan pemda, dan mendorong DPRD, Kemendagri, dan Pemprov untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemda” pungkasnya.

Ikbal Hi Jabid, Senator asal Maluku Utara, menceritakan pengalamannya saat melakukan kunjungan advokasi Komite IV DPD RI ke Kabupaten Waropen, Provinsi Papua, beberapa bulan lalu. Kondisi Waropen yang mendapatkan opini TMP 5 tahun berturut-turut menjadi perhatian DPD RI.

“Kiat seperti apa yang dapat dilakukan oleh BPK untuk merayu Pemkab Waropen sehingga dapat memperbaiki laporan keuangannya?” tanyanya kepada jajaran BPK RI.

Iskandar Muda Baharuddin Lopa, Anggota DPD RI dari Provinsi Sulawesi Barat, menyampaikan perhatiannya kepada salah satu masalah BPK di daerah, yakni keterbatasan SDM sehingga pemeriksaan keuangan menjadi tidak optimal di berbagai aspek.

“Contohnya, pemeriksaan dana desa dilaksanakan secara sampling. Kondisi tersebut menjadikan objektivitas dapat diragukan” ujarnya.

Lalu, beliau mengajukan dua pertanyaan, “Bagaimana koordinasi BPK pusat dan daerah untuk mengatasi persoalan tersebut? Kemudian, bagaimana solusi jangka panjang dalam mengatasi masalah tersebut?” tutupnya.

Hilda Manafe, Senator Nusa Tenggara Timur, menyampaikan rasa keprihatinannya terhadap daerah pemilihannya terkait anggaran dari DPR RI. Beliau menceritakan, “Contoh, kepala daerah periode lalu bersusah payah untuk pengadaan sumber air bersih. Ketika selesai menjabat, pembangunan tidak berlanjut karena pipa belum tersalur kepada masyarakat”.

Lebih lanjut, “Apakah ada peluang bagi BPK untuk memantau keberlanjutan program sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat dan proyek tidak mubazir?” tanyanya kepada jajaran BPK RI.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *